Lingkarkita – Aceh Tamiang | Keluarga pasien bernama Aiyub (Almarhum) yang meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang beberapa waktu lalu mendesak Bupati segera mencopot jabatan direktur RSUD, Dedy Syah. Pasalnya, pelayanan di RSUD itu sangat buruk.
“Paman saya, Almarhun, tidak mendapatkan pelayanan yang diharapkan dari rumah sakit daerah itu,” tutur Hayatuddin, keluarga almarhum yang diterima lingkarkita.com, Selasa (27/10/2020) secara tertulis.
Dijelaskan, pamannya, almarhum, harus dibawa ke RSUD Aceh Tamiang pada Senin 19 Oktober 2020 dengan keluhan sesak nafas. Setelah tiba di RSUD, pada Selasa 20 Oktober 2020 almarhum dirapid test dan hasilnya negatif (non reaktif).
Meski demikian, kata Hayatuddin, pasien tetap dibawa masuk ke ruang pinare, ruang khusus tempat penanganan pasien Covid-19. Lalu pasien diambil sampel swab.
Pada Jum’at 23 Oktober 2020, lanjutnya, pihak keluarga mendapatkan informasi dari Provinsi Aceh tentang hasil swab dan hasilnya “negatif”.
“Setelah mendapat informasi itu, keluarga langsung menyampaikan informasi tersebut kepada pihak RSUD untuk mempercepat proses penanganan dan meminta manajemen dan dokter agar memindahkan pasien ke ruangan lain agar tidak lagi diruangan pasien Covid-19,” ujarnya.
Mirisnya, ucap Hayatuddin, tidak ada pihak RSUD yang merespon informasi yang disampaikan keluarga pasien. Seyogiannya informasi tersebut ditanggapi dan dikoordinasikan degan cepat oleh pihak RSUD dan tim Gugus Covid Aceh Tamiang ke Provinsi Aceh demi mendapatkan kebenaran informasi.
“Harusnya juga pihak rumah sakit lebih cepat mengetahui hasil swab sehingga bisa mengambil tindakan setiap pasien yang dirawat,” paparnya.
Hayatuddin memceritakan, kala itu, keluarga almarhum sempat emosi. Pasalnya pasien tidak ditangani sesuai dengan penyakit yang diderita yaitu sesak nafas.
“Setelah ada keluarga yang emosi dan mengamuk, baru ada petugas RSUD yang bergerak memindahkan pasien ke ruangan ICCU pada siang hari,” jelasnya.
Namun, karena pasien sudah sangat kritis, bebernya, dokter menyarankan kepada keluarga untuk dibius dan dimasukan selang ke paru-paru dan akan dirujuk ke Medan.
“Tak lama setelah dipasang selang, paman kami menghembuskan nafas terakhir tepatnya pada Sabtu 24 Oktober 2020 sekitar pukul 05:20 WIB,” katanya.
Megetahui kondisi pelayan RSUD Aceh Tamiang seperti itu, Hayatuddin menilai sangat wajar publik tidak percaya dengan adanya Covid-19. Karena penanganan covid tidak sesuai dengan prokes dan terkesan azas manfaat.
“Kalau begitu pelayanannya akan banyak pasien yang bukan Covid-19, meninggal secara pelan-pelan,” tulisnya.
Demi kebaikan nama RSUD Aceh Tamiang, Hayatuddin meminta Bupati Mursil segera mencopot jabatan direktur dan mengganti dengan orang yang benar-benar mampuni.
“Saat ini direktur sangat lamban dalam menangani pasien yang sudah kritis, bahkan tidak ada upaya tindakan cepat untuk mengambil kebijakan terhadap pasien. Harusnya perlu pertolongan dengan cepat,” cetusnya.
Selain meminta copot direktur, Hayatuddin juga meminta kepada bupati agar mengevaluasi kinerja dokter yang menangani almarhum pamannya. Bila perlu, kata dia, dokter yang menangani pamannya dipecat dari jabatannya, karena dinilai tidak profesional dalam menindaklanjuti pasien yang sedang kritis dan terkesan membiarkan sesak hingga 3 hari di ruangan Covid-19 tanpa ada upaya lain yang dilakukan.
“Harusnya dokter lebih peka terhadap kondisi pasien yang perlu penanganan serius,” katanya.
Kemudian Hayatuddin juga meminta Polda Aceh dan BPK RI untuk mengaudit penggunaan dana Covid-19 di kabupaten Aceh Tamiang.
“Kami menduga adanya unsur kerahasiaan dalam penanganan pasien Covid-19 di Kabupaten Aceh Tamiang, harus nya hasil swab bisa cepat disampaikan ke publik sehingga tidak ada saling curiga dalam wabah Covid-19 selama ini. Jangan jadikan Covid-19 menjadi momok yang menakutkan bagi keluarga pasien dan masyarakat,” imbuhnya.
Menanggapi persoalan itu, Dedy Syah, direktur RSUD yang dikonfirmasi lingkarkita.com, melalui telepon seluler menjelaskan, pihak RSUD telah menanggani pasien tersebut sesuai Standat Operasipnal Prosedur (SOP) dan sudah sangat baik.
“SPO yang dibuat harus dua kali hasil swabnya, pada saat itu hasil swab baru sekali dan negatif, kita harus mendapatkan informasi secara autentik. Namun, saat ini kami sudah mendapatkan yang kedua tadi pagi dengan hasil swab negatif,” tuturnya.
Dari hasil radiologi, kata Dedy Syah, foto thorax nya ada bercak pneumonia sehingga tim dokter memutuskan memasukkan pasien ke ruang suspek covid meskipun hasil resminya belum diterima.
Penulis: Razzaq
Editor: Mura