Beranda Daerah KPH III Aceh Diminta Tidak Tembang Pilih Tegakkan Aturan

KPH III Aceh Diminta Tidak Tembang Pilih Tegakkan Aturan

5907
0
BERBAGI

Lingkarkita – Kota Langsa | Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) wilayah III Aceh, diminta tidak tembang pilih dalam mengawasi dan menindak tegas pelaku penguasaan, perambahan dan perusak kawasan huta di Kota Langsa.

Salah seorang tokoh masyarakat Gampong Sereget, Kota Langsa, Ridwan Laboh kepada lingkarkita.com, Jum’at (20/2020) mengatakan, terkait pemanggilan dirinya oleh KPH III untuk dimintai keterangan sebagai saksi atas lahan garapan masyarakat yang diklaim KPH III memasuki kawasan hutan produksi.

Dikatakannya, pada era 80-an, lahan tersebut sudah digarap oleh masyarakat sekitar untuk dijadikan  tambak udang. Namun, karena Aceh kala itu dilanda konflik dan menjadi Daerah Operasi Militer (DOM), maka lahan tersebut ditelantarkan oleh pemiliknya.

“Baru tahun 2010 pasca Aceh damai,  lahan seluas 13 Hektar itu kembali digarap oleh mantan Kombatan,” tuturnya.

Ia menyebut, dalam kurun waktu berjalan, ada sebahagian yang mengalihkan hak garapnya kepada orang lain. Sehingga ada sebahagian warga yang telah memiliki surat sporadik dari kepala desa Birem Puntong maupun Akte Jual Beli (AJB) dari camat.

Mantan Kepala Desa Birem Puntung, Kecamatan Langsa Baro, Rusli yang ditemui lingkarkita.com, beberapa waktu lalu menyebut, dirinya merasa heran terhadap desas desus status tanah produksi di Desa Birem Puntong. Karena, selama dirinya menjabat dari tahun 2010 sampai 2015 tidak pernah ada sepucuk suratpun dari KPH III atau lembaga lain yang menyatakan bahwa tambak tersebut berada dikawasan produksi.

“Kenapa pada tahun 2020 ini KPH III baru menyatakan bahwa tambak tersebut memasuki kawan hutan pruduksi, padahal kantor KPH III dengan desa Birem Puntong tidak sampai tiga kilo meter, kan sangat aneh, kemana mereka selama ini,” tanyanya.

Lebih lanjut, kata Rusli, mengapa KPH III cuma mempersoalkan tanah yang 13 hektar garapan masyarakat. Jika seharusnya lokasi tersebut memasuki ereal kawasan hutan produksi, maka pihak KPH III harus melakukan pembinaan, bukan malah memperkarakan masyarakat.

“Apakah di Kota Langsa hutan produksi itu saja, kalau mau ditegakkan aturan, ayo sama-sama. Jangan terkesan tembang pilih dan bernuansa politis,” imbuhnya.

Dijelaskan Rusli, di dalam undang undang pertanahan disebutkan pada pasal 17 ayat 1 yang bahwa penepatan tanda batas wajib dilakukan oleh pemegang hak di atas tanah tersebut dan pada ayat 2 setiap pemilik tanah wajib memberi tanda batas dan mejaganya.

“Namun hari ini yang terjadi di areal tersebut tidak tanda apapun dari KPH III yang menyatakan bahwa kawasan tersebut memasuki hutan produksi. Kan cukup aneh, ketika sudah digarap warga sudah dinyatakan hutan produksi,” paparnya sembari mengatakan di kawasan itu masih ada penebangan hutan mangrove secara ilegal untuk dijadikan arang.

Sementara pihak KPH III yang dihubunggi awak media, hingga berita ini ditayangkan belum memberikan konfirmasi.

Penulis: Nasruddin
Editor: MuRa

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here