Beranda Lingkungan Sektor Informal Persampahan Belum Tersentuh Kebijakan PEN, Sejumlah Asosiasi Desak Kemenkeu Terbuka

Sektor Informal Persampahan Belum Tersentuh Kebijakan PEN, Sejumlah Asosiasi Desak Kemenkeu Terbuka

10375
0
BERBAGI

Lingkarkita.com – Jakarta | Sejumlah Asosiasi meminta Kementrian Keuangan (Kemenkeu) RI terbuka kepada publik terkait alokasi anggaran kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk sektor informal, seperti pemulung, sortir sampah, pekerja daur ulang, dan pekerja di sektor persampahan lainnya.

“Menurut informasi terbaru, bahwa Menteri Keuangan RI belum menyetujui alokasi anggaran kebijakan PEN. Mestinya Menteri Keuangan memberikan informasi secara terbuka pada publik. Kenapa sektor informal tersebut diabaikan?,” tulis ketua Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Bagong Suyuto yang diterima lingkarkita.com, Sabtu (28/11/2020).

Dikatakannya, pendampingan sektor informal dalam pengelolaan sampah harus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan. Pelaku sektor tersebut diantararanya pemulung, buruh sortir, pengangkut sampah, pelapak kecil dan sebagainya. Selama hampir setahun nasib mereka dalam menghadapi pandemic Covid-19 semakin berat.

Ia menuturkan, sektor informal merupakan salah satu penyokong perekonomian nasional di masa krisis, termasuk masa pandemic Covid-19. Ketika Indonesia dilanda krisis moneter 1998an, sektor informal mempunyai peran penting. Mereka bekerja keras untuk menyelamatkan perekonomian keluarga, masyarakat dan negara.

“Situasinya agak berbeda, namun dampak krisis wabah Covid-19 ini dirasakan semua orang, dan lebih parah pelaku sector informal yang tinggal di pinggiran kota dan pembuangan sampah, seperti pemulung, buruh sortir, pengangkut sampah, pelapak kecil dan lain. Mereka hidupnya tergantung pada sampah, juga pada buangan limbah medis,” ujarnya.

Bagong Suyoto menegaskan, pertama, mereka minta dukungan, fasilitasi dan bantuan pemerintah pusat dan daerah secara merata dan adil. Misalnya, kebijakan dan implementasi insentif terhadap sektor informal yang melakukan pengolahan sampah, seperti mengais, memilah dan mendaur ulang sampah. Sebagaimana diamanat UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Pemerintah No. 81/2012, dan aturan terkait. Cuma konteks tentang insentif perlu aturan lebih teknis, yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) atau dalam bentuk kebijakan lain yang lebih sederhana.

Kedua, mereka minta fasilitasi dan dukungan permodalan, teknologi, pemasaran dan informasi daur ulang. Dan yang terpenting adalah stabilitas harga sampah pungutan pemulung dan daur ulang sampah.

Ketiga, mereka meminta agar kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menyentuh sektor informal dalam pengelolaan sampah. Sejumlah komunitas sudah mendapat bantuan program PEN. Sayangnya, sampai hari ini komunitas pemulung, buruh sortir, pekerjaan kebersihan, pelapak kecil, dan lain sebagainya belum tersentuh sama sekali.

Padahal APPI, KPNas, Sekolah Pelangi Semesta Alam dan networking sudah melakukan pendataan menurut KTP/NIK dan disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Katanya, sudah dibahas beberapa kali di Kantor Staf Presiden,” ujar Bagong Suyoto.

Senada dikatakan, Ketua TPS 3R BS, Suwiryo Hadistri Bara di Kp Kobak Rantai, Desa Karangreja, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi sejak ada Covid-19 kehidupan para pemungut sampah semakin susah. Harga-harga sampah terus turun sementara harga-harga kebutuhan pokok terus naik.

“Kasihan mereka, apalagi pada musim kemarau tak dapat penghasilan. Kecuali ngorek sampah, dan hasilnya kecil, yang penting bisa memberi uang jajan anak dan beli beras. Selama ini kami belum pernah dapat bantuan dari pemerintah, seperti Sembako. Kami memang pernah dapat bantuan APD dari KLHK”, ucapnya.

Dikatakannya, mereka meminta memperhatikan perekonomian dan kecukupan pangan sector informal. Agar harga-harga pungutan sampah stabil, dalam kondisi normal harga sampah campuran Rp 1.000-1.200/kg. Saat pandemic Covid-19 berkisar Rp 600-800/kg. Belakangan harga-harga sampah pungutan merangkak naik.

Selain APPI, beberapa asosiasi seperti Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Sekolah Pelangi Semesta Alam, Koalisi Kawali Indonesia Lestari, Koalisi Pemantau Limbah B3 Indonesia dan TPS 3R BS melakukan advokasi kehidupan dan perekonomian sector informal dalam pengelolaan sampah dan mendesak pemerintah memperhatikan serta memberikan perhatian penuh kepada sektor informal pengelolaan sampah di seluruh Indonesia.

(MuRa)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here