Beranda Hukum Muncikari Dapat Terjerat UU TPPO,ITE dan Perlindungan Anak, Ini Penjelasan Ahli Hukum...

Muncikari Dapat Terjerat UU TPPO,ITE dan Perlindungan Anak, Ini Penjelasan Ahli Hukum Pidana

9025
0
BERBAGI

Liza Agnesta Krisna SH MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudra

Lingkarkita.com, Kota Langsa – Tertangkapnya muncikari ER dan DP beberapa waktu lalu yang mengaku telah membuka jasa layanan prostitusi sekira tiga tahun lamanya, menjadi perhatian sejumlah khalayak yang resah dan berpendapat bahwa tersangka dapat dikenakan KUHP agar dapat lebih memberi efek jera dibanding hukuman cambuk.

Menanggapi kasus tersebut, Liza Agnesta Krisna SH MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudra kepada lingkarkita.com mengatakan, Prostitusi atau pelacuran merupakan suatu hal yang kompleks dalam kehidupan bermasyarakat, karena efeknya mengarah pada penjatuhan moral, agama, kesusilaan bahkan kesehatan.

“Tidak sedikit yang ikut terjerumus kedalam praktek prostitusi, bahkan para pekerja seks komersial bukan hanya dari kalangan perempuan yang sudah dewasa saja, dari kalangan Anak usia muda pada umur 14-18 tahun juga tertarik untuk terjun. Oleh karena itu, Penanganan perkara ini harus dilakukan seefektif mungkin sehingga benar- benar memberikan efek jera,” ujar Dosen yang saat ini sedang studi program Doktor di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Kamis (21/10/2021).

Baca juga: Dua Terduga Muncikari Ditangkap Polisi di Langsa

Menurut Liza, meski Aceh telah berlaku Qanun Hukum Jinayat, namun aparat penegak hukum dapat mempertimbangkan beberapa regulasi lainnya yang mengatur unsur delik lebih lengkap terhadap kasus ini.

“Misalnya dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. UU ini sudah mumpuni untuk menjerat para pengelola jasa prostitusi, mulai dari germo atau mucikari, pengelola tempat praktek prostitusi, pengguna jasa prostitusi, bahkan hingga jika tindak pidana tersebut dilakukan terhadap anak. Pasal 2 ayat (1), (2) jo. Pasal 11 jo. Pasal 12 jo. Pasal 17 UU TPPO jo. Pasal 55-56 KUHP dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun,” terangnya.

Jika dikaitkan dengan prostitusi secara online, kata Liza, di mana segala bentuk kegiatan prostitusi yang dikelola atau di-manage dengan menggunakan media internet, penegak hukum juga dapat mempertimbangkan Pertanggungjawaban Pidana Dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 45 jo Pasal 27 ayat 1, terkait sanksi pidana bagi penyedia jasa prostitusi online dengan kurungan penjara maksimal 6 (enam) tahun.

“Atau apabila pekerja seks adalah anak dibawah umur, norma khusus terhadap Perlindungan anak yaitu UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 ttg Perlindungan Anak juga dapat menjerat pelaku muncikari yakni Pasal 76I dengan sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun,” ucap Liza.

Baca juga: Terindikasi Eksploitasi Anak Bawah Umur, Balai Syura Desak Polisi Usut Tuntas Muncikari ER Dan DP 

Lebih lanjut Liza juga berharap bahwa pasca pemberlakuan Qanun Jinayat sebagian jenis delik di Aceh akan mengalami dualisme penerapan hukum, sehingga membuat perbedaan persepsi pada aparat penegak hukum.

“Akan tetapi terkait kasus diatas penegak hukum dapat mempertimbangkan kekhususan dan kelengkapan dari unsur-unsur delik yang ada dalam beberapa regulasi di atas dibandingkan dengan Qanun Jinayat sendiri sehingga dapat membangun kontruksi hukum yang komprehensif,” pungkasnya. (Mai)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here