Beranda Hukum FPRM Minta BPOM Tegas Awasi Apotek dan Penjualan Obat Tidak Prosedur di...

FPRM Minta BPOM Tegas Awasi Apotek dan Penjualan Obat Tidak Prosedur di Aceh

2052
0
BERBAGI

Lingkarkita.com, Banda Aceh – Ketua Forum Peduli Rakyat Miskin (FPRM), Nasruddin meminta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan pengawasan secara aktif dan tegas terkait penjualan obat yang dijual bebas di apotek maupun depot di seluruh Aceh.

“Bahkan ada obat dosis tinggi yang dijual bebas di apotek dan depot tanpa melalui resep dokter serta menjual obat keras yang tidak boleh diedarkan secara umum,” kata Nasruddin kepada Lingkarkita.com, melalui pernyataan tertulis, Selasa (18/10/2022).

Dikatakan, seharusnya obat-obatan tersebut harus dengan resep dan petunjuk dokter. Seperti obat parkinson (untukpenyakit saraf) dan kandungan, obat pabrikan mengandung triheksifenidil yang bersifat menenangkan.

Bahkan kata Nasruddin, untuk penyimpanan obat tertentu harus memenuhi prosedural yang telah di tetapkan oleh Kemenkes.

“Hasil temuan kita, ada apotek yang melanggar kefarmasian. Dalam kasus tersebut yang kita temukan antara lain adalah izin yang sudah mati, tidak punya tenaga kefarmasian serta penyimpanan obat yang tidak baik,” katanya.

Dirinya menyebut, ada pula yang menjual obat tanpa izin edar. Begitu juga terkait tata cara pemusnahan obat kedaluwarsa dan menjual obat keras tanpa resep dokter.

“Oleh karenanya, kita mendesak Dinas Kesehatan Aceh dan BPOM agar segera melakukan pengawasan secara berkala dan tindakan tegas terhadap apotek maupun depot yang menjual obat tudak sesuai prosedur di seluruh Aceh agar masyarakat tidak menjadi korban,” pintanya.

Lebih lanjut Nasruddin menuturkan, di dalam peraturan Kementrian Kesehatan Nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian apotek pada pasal 8 menyebutkan bahwa apotek wajib mengirimkan laporan pelayanan kefarmasian secara berjenjang kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dijelaskan, pada pasal 9 huruf E di mana pengaturan tata cara pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.

“Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota,” tuturnya.

Bahkan pada pasal 10 juga, kata Nasruddin, diatur tata cara pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki izin praktik atau surat izin kerja.

“Kami melihat masih lemahnya pengawasan pihak terkait, segingga ini menjadi sangat ironi mengingat Indonesia memiliki sangat banyak aturan kefarmasian. Bahkan, menurut Noffendri, banyak negara mengagumi kelengkapan aturan kefarmasian di Indonesia. Kondisi itu membuat penjualan obat di sarana farmasi resmi banyak bermasalah terkait regulasi lengkap dan tinggal implementasinya saja,” imbuhnya. (mr)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here