Beranda Pendidikan Kota Lhokseumawe Pada Masa Pemerintahan Orde Baru

Kota Lhokseumawe Pada Masa Pemerintahan Orde Baru

38
0
BERBAGI

Oleh: Isnani

K

ota Lhoksemawe merupakan salah satu Kota di Provinsi Aceh. Kota ini berada di antara Banda Aceh dan Medan sehingga kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting bagi penduduk yang bermukim di Aceh.

Lhokseumawe berasal dari kata Lhokyang dalam bahasa Aceh berarti dalam, palung laut dan kata Sheumawe mengandung makna air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai di pinggir Kota Lhoksemawe.

Kota Lhokseumawe dapat diarti sebagai sebuah kota yang terletak di teluk yang terdapat mata airnya. Kota Lhokseumawe memiliki sejarah panjang dan terus bertransformasi diri dalam perubahan dan perkembangan wilayahnya. Perkembangan pemerintahan kota Lhokseumawe dapat dilihat sejak masa pra-kolonial atau tradisional, kolonial Belanda, Jepang hingga sekarang.

Secara umum, hasil penelitian dari tesis yang dilakukan penulis yaitu Kota Lhokseumawe berkembang dan menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Utara pada masa pemerintahan Orde Baru. Pada periode tersebut, perkembangan pemerintahan dan pembangunan industri terutama
industri minyak mencapai puncaknya. Perkembangan Kota Lhokseumawe dalam
konteks perkembangan ekonomi kawasan industri yang dibangun sejak tahun 1970an dan berpengaruh terhadap masyarakat sekitar.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, perkembangan Kota Lhokseumawe menopang ekonomi Aceh Utara atau bahkan Provinsi Aceh secara keseluruhan. Secara konsep, Orde Baru memiliki beberapa aspek. Di antaranya Orde Baru merupakan periode pemerintahan yang stabil, memiliki tingkat kontinuitas tinggi dalam hal kebijakan dan personel pemerintahan serta periode pemerintahan militer atau teknokrat militer.

Kemudian Orde Baru merupakan zaman yang mengalami perubahan ekonomi mengesankan melalui penambangan minyak dan mineral secara besar-besaran, peningkatan sarana perhubungan darat, udara, dan telekomunikasi, memperlihatkan inovasi cepat dalam manufaktur serta kegiatan
konstruksi yang mengubah wajah kota-kota besar secara mencolok. Dan pada masa Orde Baru, pemerintah menggalang kerja sama erat dengan Negara-negara dominan di dunia kapitalis dan perusahaan-perusahaannya.

Banyak pengamat menyebut fenomena tersebut dengan masa neocolonial. Kegiatan ekonomi yang berlangsung di kotamadya ini adalah industri dan perdagangan, di mana perdagangan merupakan sektor yang utama. Terutama kegiatan transaksi pada jual beli kebutuhan sehari-hari. Seiring dengan pesatnya perkembangan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam sektor industri sedikit banyaknya sangat-sangat berperan besar dalam menjadi potensi vital bagi kota
Lhokseumawe.

Wilayah Lhokseumawe tercatat merupakan wilayah dengan penghasilan industri terbesar di provinsi Aceh sehingga orang-orang banyak menyebut wilayah ini sebagai negeri “Petro Dolar”. Julukan petro dolar ini melekat sebagai identitas kota Lhokseumawe.

Akan tetapi, selain bergantung pada julukan Petro Dolar yang artinya didominasi akan pusat industri. Wilayah Lhokseumawe juga dipertimbangkan
untuk dijadikan kotamadya berdasarkan potensi kelautan, di mana wilayah Lhokseumawe memiliki garis pantai lebih dari 18 Km. Kota Lhokseumawe
memiliki hasil laut yang cukup besar mengingat wilayah ini berbentuk teluk dan dialiri oleh dua muara sungai.

Selain itu pada hakikatnya tujuan dalam pembangunan menciptakan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi, perubahan social, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimbangan dan pengangguran. Sejalan dengan hal tersebut, maka pembangunan ekonomi dan industri yang ada di kota Lhokseumawe menghendaki adanya kerjasama di antara pemerintah. Masyarakat juga ikut dalam mengelola sumber daya yang dimiliki oleh kota Lhokesumawe tersebut dalam rangka meningkatkan pertumbahan ekonomi dan lapangan kerja secara seluas-luasnya. Indikator dalam keberhasilan pembangunan ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya ketimpangan baik di dalam distribusi pendapatan pendudukan maupun antar wilayah.

Perkembangan Kota Lhokseumawe dari periode ke periode telah menunjukkan pasang surut kepentingan di dalamnya. Sumber daya alam dan potensi dari wilayah ini yang cukup besar hendaknya dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat lokal dan lingkungan sekitar. Kebijakan yang akan menjadikan wilayah ini sebagai pusat kawasan ekonomi yaitu Zona Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) cukup penting dalam bidang ekonomi. Dengan adanya Kawasan KEK, Lhokseumawe diharapkan akan mentransformasikan struktur ekonomi Aceh terutama struktur ekonomi Lhokseumawe dan daerah-daerah penyangganya untuk memiliki nilai tambah yang lebih besar yang berbasis pada industri pengolahan, energi dan logistik.

Disamping itu, dengan adanya KEK Lhokseumawe akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang lebih meningkat di masa mendatang. Ketiga komponen industri yang berbasis pada pengolahan, energi dan logistik ini adalah sangat layak untuk menjadi sumber mesin pertumbuhan ekonomi (economic growth driver) di kawasan Lhokseumawe dan sekitarnya.

Referensi

ANRI, KIT Aceh No. 0093/022.

ANRI, KIT Aceh No. 0362/002.

Basundoro, Purnawan. 2016. Pengantar Sejarah Kota, Yogyakarta: Ombak.

Bappeda Aceh. 2015. Masterplan Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe, Banda Aceh: Bappeda Aceh.

BPS Kabupaten Aceh Utara. Buku Pusat Sanitasi Aceh Utara, Lhokseumawe: BPS Aceh Utara.

BPS Kota Lhokseumawe. 2012. Lhokseumawe dalam Angka 2012, Lhokseumawe: BPS Kota Lhokseumawe.

Brosur Pertamina Arun LNG Plant Lhok Seumawe -Indonesia.

Burke, Peter. 2015. Sejarah dan Teori Sosial Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Pustaka Buku Obor.

Chaidar, Al, Sayed Mudhahar Ahmad dan Yarmen Dinamika. 1998. Aceh Bersimbah Darah, Jakarta: Pusataka Al Kautsar.

Claessen dan Skalnik, 1984. The Early State. The Hague.

Colombijn, Freek. 2006. Paco-Paco Kota Padang Sejarah sebuah kota di Indonesia abad ke 20 dan Penggunaan Ruang Kota. Yogyakarta: Ombak.

Fachrezy, Fikri. 2020. “Pengaruh Penerapan Daerah Operasi Militer di Aceh terhadap Perekonomian Kabupaten Aceh Utara (1989-1998)”, Skripsi belum diterbitkan, Medan: Program Studi Ilmu Sejarah FIB-USU.

Grear, Scoot. 1966. The Emerging City Myth and Reality, New York: A Free Paperbook-The Free Press. 

Ibrahim, Muhammad dkk. 1991. Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

Ismuha. 1983. “Ulama Aceh dalam Perspektif Sejarah”, dalam Taufik Abdullah (ed.). Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta: CV. Rajawali.

Husen, M. 2011. “Transformasi Ekonomi dan Sosial Budaya di Kawasan Industri Lhokseumawe”, Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 9 No. 1, Januari 2011.

Kamaruddin dan Subhani. 2016. “Analisis Model Komunikasi Pembangunan Pemerintah Aceh”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No. 2, Agustus 2016.

Kartodirdjo, Sartono. 2017. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Yogyakarta: Ombak.

Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Laely, Nur. 2018. “Sistem Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda di Onderafdeling Bonthain 1905-1942”.

Luthfi Lubis, Mahzar. 2021. “Kotamadya Lhokseumawe Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (2001-2014)”, Skripsi belum diterbitkan, Medan: Program Studi Ilmu Sejarah FIB-USU.

Menno S. dan Mustamin Alwi. 1992. Antropologi Perkotaan, Jakarta: Rajawali Press.

Muhajir, Ahmad. 2016. “Industrialisasi di Kota Langsa pada era Kolonial (dari kapitalisme Negara ke Swasta), 1907-1942, Tesis belum diterbitkan,
Semarang: Universitas Diponegoro.

Muhyi, Abdul. 2016. “Perkembangan Fisik Kota Lhokseumawe: Tinjauan terhadap Penataan Ruang Kawasan Pusat Kota”, Jurnal Tata Kota dan Daerah, Vol. 8, No. 2 Desember 2016.

Nas P.J.M. (ed.). 1986. The Indonesia City: Studies in Urban Development and Planning, Dordrecht-Holland: Foris Publication.

Nasution, A. H. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan. Bandung: Angkasa.

Patji, Abdul Rahman Patji. 1998. “Zona Industri Lhokseumawe (ZILS): Studi tentang Kesenjangan Sosial Budaya di Aceh Utara”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol. II, No. I, September 1998.

Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. 1984. Sejarah Pendidikan Daerah Istimewa Aceh, Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1984.

Remantan, M. Daud. 1985. “Pembaharuan Pemikiran Islam di Aceh (1914-1953)”, Disertasi Doktoral Banda Aceh: IAIN Ar Raniry.

Retnowati, Endang. 2018. Tatanan Orde Baru Distorsi Ideologi Pancasila. Jakarta: LIPI Press.

Ritzer George dan Douglas J. Goodman. 2003. Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam. Jakarta: Prenada Media.

Said, Mohammad. 2007. Aceh Sepanjang Abad Jilid II, Medan: Harian Waspada.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siahaan, Pertiwih. 2020. “Perkembangan Kota Tarutung 1864-1942, Tesis belum diterbitkan, Medan: Program Studi Magister Ilmu Sejarah FIB USU.

Sirjamaki, John. 1964. The Sociology of Cities, New York: Random House.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Syaukani, dkk, 2000. “Otonomi Daerah Negara Kesatuan”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tanjung, Ida Liana. 2020. Palembang dan Plaju Modernitas dan Dekolonisasi di Perkotaan Sumatera Selatan Abad ke-20, Yogyakarta: Ombak.

Tim Monografi Daerah Aceh. 1976. Monografi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.

Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupatean-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara.

Weber, Max. 1966. The City, New York: The Free Press.

Penulis merupakan mahasiswi Program Studi S2 Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara 

Selengkapnya:Isnani (177050003), Sejarah Kota Lhokseumawe Masa Pemerintahan Orde Baru

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here