Lingkarkita.com, Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengkritisi draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru. Salah satunya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Sekjen AJI Indonesia Bayu Wardhana menilai aturan itu merupakan bentuk pembungkaman pers.
“Klausul ini dinilai dapat mengancam kebebasan pers. Pasal ini membingungkan. Mengapa ada larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi?” kata Bayu kepada wartawan, Minggu (12/5/2024).
Menurut Bayu, aturan itu menyiratkan pembatasan publikasi karya investigasi tak boleh ditayangkan di penyiaran. Dia lantas menganggap aturan itu menjadi bentuk upaya pembungkaman pers.
“Tersirat ini membatasi agar karya jurnalistik investigasi tidak boleh ditayangkan di penyiaran. Sebuah upaya pembungkaman pers sangat nyata,” katanya.
Di sisi lain, Bayu mengkritisi aturan penyelesaian sengketa jurnalistik di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dia mengatakan aturan dalam RUU Penyiaran itu akan menyebabkan tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang telah mengatur bahwa penyelesaian sengketa pers dilakukan oleh Dewan Pers.
“Konsekuensi lain dari perluasan dalam revisi UU Penyiaran adalah kewajiban produk jurnalisme penyiaran untuk tunduk pada aturan Komisi Penyiaran Indonesia. Hal ini dinilai dapat menyebabkan tumpang tindih kewenangan, karena selama ini produk jurnalisme diatur dan diawasi oleh Dewan Pers sebagaimana mandat Undang-Undang Pers,” ujarnya.
Ia menyebut, draf RUU Penyiaran mempunyai tujuan mengambil alih wewenang Dewan Pers dan akan membuat rumit sengketa jurnalistik.
Editor: Mustafa Rani