Lingkarkita.com, Jakarta – Buku Intel juga Manusia [Aceh adalah Sekolah Kehidupan] yang ditulis Drs. Sri Radjasa Chandra, MBA sudah beredar di Indonesia. Buku setebal 285 halaman terdiri dari tujuh bagian.
Hal-hal yang tidak pernah terungkap selama ini disajikan secara apik oleh penulis dengan editor Murizal Hamzah. Buku ini diterbitkan oleh Bandar Publishing di Lamgugob Banda Aceh.
“Buku Intel Juga Manusia sesungguhnya berawal dari keresahan penulis melihat kondisi Aceh. Kegalauan penulis terhadap persoalan rasa keadilan, kemanusiaan, dan kesejahteraan menjadi potret keseharian yang dipertontonkan di Aceh,” kata Sri Radjasa Chandra, Jumat (26/7/2024) di Jakarta, sebagaimana siaran Pers yang diterima Lingkarkita.com.
SRC – sapaan akrab Sri Radjasa Chandra – dalam buku ini menyebutkan konflik Aceh yang berlangsung selama 30 tahun dan bencana tsunami telah meninggalkan berbagai rasa di sanubari ini. Oleh sebab itu buku Intel juga Manusia sesungguhnya sebuah testimoni penulis sebagai sosok insan intelijen, namun di hadapkan oleh tantangan yang amat dahsyat, “Pada titik tertentu penulis tidak bisa menghindar dari fitrahnya sebagai manusia biasa yang memiliki nurani dan empati,” ungkapnya.
Sementara Mayjen TNI (Purn) Soenarko dalam taklimat menegaskan buku ini layak dibaca, mengingat dengan kalimat yang mudah dipahami. Disebutkan penulis berpengalaman berdinas selama lebih dari 18 tahun di Aceh, bertutur tentang dinamika Aceh yang belum banyak diketahui oleh khalayak ramai. Hal serupa juga disampaikan oleh intelektual nasional
Prof Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad menulis Sri Radjasa “Babe” Chandra: Sang Legenda Agen Intelijen di Aceh. Disebutkan pembaca akan menemukan berbagai kisah keterlibatan dan sumbangsih Babe di dalam menjalankan misi intelijen yang bersamaan dengan satu tarikan napas dengan misi kemanusiaan.
“Dalam konteks ini, ungkapan intel juga manusia menjadi begitu penting dipahami. Dulu ada candaan aparat ke Aceh memanggul M16 dan pulang bawa 16M. Kalau ketika masuk ke Aceh masih memakai bunga, maka ketika pulang dia akan turun Bintang,” ucapnya.
Mantan Panglima GAM Muzakir Manaf alias Mualem dalam Ranub Sigapu berharap akan lahir Radjasa yang lain, sehingga tidak lagi terjadi pertumpahan darah di antara anak-anak sebangsa yang hanya meninggalkan luka di dalam perjalanan bangsa ini. Buku ini berisi pengalaman penulis yang memiliki nilai filosofi, seperti “pengorbanan akan terasa membahagiakan, jika kita tahu untuk apa kita berkorban”, kemudian “memberi sesungguhnya menerima” dan “perang hanya melahirkan penderitaan dan di akhir peperangan semua akan mengalami kekalahan.”
“Saya sangat mengenal sosok penulis, bahkan pernah saya katakan bahwa Radjasa adalah saudara sekandung lain rahim. Kedekatan inilah yang membuat saya berani menilai pribadinya sebagai sosok kontroversial, berani berpikir, dan bertindak di luar kotak, dalam menjalankan hidup dan tugasnya di Aceh. Sebagaimana judul buku ini, Radjasa adalah sosok intelijen yang tidak meninggalkan nilai humanis, sehingga dalam bertugas tidak melulu mengedepankan pendekatan represif, tapi kerap kali diimbangi dengan pendekatan humanis,” pungkas Mualem.
Reporter: Chairul Sya’ban