Lingkarkita.com – Aceh Tamiang | Kuasa Hukum TM Iqbal, tersangka kasus revitalisasi pasar pagi kota Kualasimpang, Husni Thamrin Tanjung, SH dan Shelvi Noviani, SH, minta kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI untuk menghitung kembali bangunan tersebut dengan menggunakan kaidah dan norma teknis.
Pernyataan kuasa hukum untuk menghitung kembali tersebut dinyatakan melalui surat Nomor : 45/P/KH-HTT&R/VI/2021 yang ditujukan kepada kepala BPKP Pusat c/q Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggara Keuangan Daerah di Jakarta.
“Ya kita minta BPKP Pusat untuk menghitung kembali bangunan Pasar Pagi Kualasimpang dengan kaidah dan norma teknis penhitungan yang benar, ini untuk memperoleh analisa yang benar dan komprehensif,” kata Husni Thamrin melalui siaran pers yang diterima lingkarkita.com, Senin, (21/06/2021).
Husni menyebutkan, kliennya mengerjakan proyek Revitalisasi Pasar Pagi Kuala Simpang Tahun Anggaran 2011 yang mana kliennya sebagai direktur perwakilan PT.Guna Karya Nusantara.
Dikatakan, proyek tersebut telah selesai dan telah diresmikan. Anehnya, beberapa tahun kemudian pihak penyidik yaitu Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang mengusut proyek tersebut dan memeriksa klien mereka yang belum ada bukti laporan kerugian dari lembaga resmi.
Selanjutnya, kata Husni, Jaksa Penuntut Umum ada memiliki bukti berdasarkan Laporan Penghitungan Kerugian Negara dari pihak BPKP Provinsi Tanggal 17 Juni 2014 dan hal tersebut atas permintaan pihak Kejaksaan tanggal 08 April 2014 hal ini dibuktikan dari keterangan saksi ahli Rizkan,SE dalam persidangan Tingkat Pertama (terdapat dalam putusan tingkat pertama hal.174 point 2).
Saat itu, lanjutnya, penyidik memakai Ahli Boto Pranajaya ST. Bin H.Ridwan Damanik, Ahli Meilandy Purwandito,ST.MT Bin Suradi Ys dan Ahli Rizkan,SE. (Auditor BPKP). (Tercantum dalam Putusan Tingkat Pertama Hal.167 s/d 175).
Ia menyebut, ahli Boto Pranajaya,ST.Bin H.Ridwan Damanik dengan tegas menyatakan di dalam Persidangan yaitu, pada saat ahli kelapangan, keadaan bangunan sudah jadi. S
sementara dalam perencanaan tidak disebutkan tanah rawa maka yang bertanggung jawab adalah konsultan perencanaan dan ahli yang ditunjuk tidak melakukan pengukuran dan hanya melihat-lihat saja.
“Anehnya lagi hasil laporan hanya prediksi ahli saja, Ahli hanya membandingkan antara volume yang dipasang dengan yang dibayar dan ternyata yang dibayar telah sesuai dengan yang dipasang,” paparnya.
Kemudian, kata Husni, keterangan ahli Meilandy Purwandito,ST.MT. Bin Suradi Ys, ahli bekerja sama dengan ahli Boto Pranajaya sehingga keterangannya hampir sama, ahli Rizkan,SE selaku auditor BPKP menerangkan bahwa didalam melakukan audit ahli menghitung ulang dengan ahli Fisik, ahli dalam perkara ini melakukan pemeriksaan dengan pergi ke Aceh Tamiang dan hanya observasi saja. Ahli disuruh pihak penyidik untuk menandatangani surat pernyataan tanggal 25 Juni 2014 tentang telah terjadinya kerugian keuangan negara, padahal waktu itu belum ditemukan.
Yang lebih mengherankan, kata Husni, JPU mendalilkan dalam persidangan Laporan Hasil Kerugian Negara oleh Perwakilan Aceh BPKP Tanggal 17 Juni 2014 dengan No.SR1245/PW01/5/.
Menurutnya, fakta tersebut diatas menyangkut Laporan Kerugian Negara Pertimbangan dalam putusan tingkat pertama berbunyi “ Menimbang, bahwa menurut Majelis jika benar ahli hendak menghitung atau mengetahui volume pekerjaan yang terpasang dan berapa besar volume yang telah dibayarkan, seharusnya ahli mengukur dan menghitung volume yang terpasang dan selanjutnya membandingkan dengan volume pekerjaan yang telah dibayarkan
(pertimbangan hal 232 s/d 233 alinea ke 5 pada putusan tingkat pertama.
Selanjutnya pada pertimbangan berikutnya yang berbunyi, “Menimbang, bahwa dari perhitungan yang yang dilakukan oleh ahli fisik dan auditor, menurut hemat majelis perhitungan yang dilakukan ahli tidak dapat menyakinkan Majelis tentang adanya kerugian keuangan negara dalam perkara ini, sehingga karenanya kedua laporan baik laporan ahli fisik maupun laporan hasil audit dari ahli BPKP Provinsi Aceh harus dikesamping”; (Pertimbangan Putusan Tingkat Pertama Hal.233 paragraf ke 2).
Husni menuturkan, fakta yang tak terbantahkan Laporan BPKP Perwakilan Aceh Nomor : SR1245/PW01/5/2014, Tanggal 17 Juni 2014 nyatanya tidak pernah dijadikan alat bukti oleh pihak Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang (bisa dilihat dari alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Hal.3 s/d 35 Putusan Nomor :26/Pid.SusTPK/2014/PN-Bna, Tanggal 16 April 2015 dan kalaupun ada Laporan tersebut berdasarkan hanya prediksi aja dalam perhitungannya.
“Bahwa fakta persidangan pihak Jaksa Penuntut Umum ada memperlihatkan bukti Laporan dari BPKP perwakilan Aceh Tersebut akan tetapi tidak dijadikan bukti karena pada saat dipersidangan ahli fisik memberikan keterangan yang hanya menghitung secara prediksi saja sehingga hal ini menurut penilaian kami bahwa Laporan tersebut dibuat tidak berdasarkan fakta dan data yang benar, sehingga mengakibatkan kerugian besar bagi klien kami,” Jelasnya.
Ia juga menjelaskan, seperti yang diketahui objek dalam perkara korupsi adalah kerugian negara bila menyangkut suatu pekerjaan terkecuali terjadinya gratifikasi.
“Berdasarkan hal tersebut Klien kami memohon, Pihak Bapak agar melakukan penghitungan ulang atas proyek tersebut dan menindak oknum-oknum yang melakukan pekerjaan dalam penghitungan kerugian Negara yang tidak profesional,” Tegas Husni.
Untuk itu pihak kliennya telah mengajukan gugatan secara perdata di pengadilan Negeri Kuala Simpang dan terdaftar dengan Nomor Register :4/Pdt.G/2012/PN-Ksp, dan sudah pada tahap jawaban para tergugat.
“Saya berharap pihak BPKP Pusat dapat menindaklanjutinya agar tercipta kepastian hukum menyangkut Laporan kerugian Negara yang rill bila ada dan kalaupun tidak ada maka tidak pantas kliennya dihukum dengan tuduhan korupsi,” pungkas Husni. (arm)