Lingkarkita.com, Medan – Rekonstruksi perkara dugaan pembakaran rumah yang menewaskan wartawan Tribrata TV Rico Sempurna Pasaribu dan tiga anggota keluarganya pada Kamis (27/6/2024) lalu justru menimbulkan tanda tanya di kalangan publik. Ada sejumlah kejanggalan dari 57 adegan yang diperagakan di enam lokasi kejadian.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatera Utara menilai proses rekonstruksi yang digelar pada Jumat 19 Juli 2024 lalu tidak utuh dan tidak transparan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan selaku tim hukum KKJ Sumut menyebut, rekonstruksi ini justru adalah drama. Seolah rekonstruksi bertujuan menghilangkan peran Koptu HB, anggota TNI yang diduga terlibat dalam pembakaran itu.
“Ada sejumlah kejanggalan yang kami catat dari proses rekonstruksi itu. Ini ibarat hanya drama dan
membuktikan penanganan kasus yang tidak berperspektif terhadap korban,” ujar Direktur LBH
Medan Irvan Saputra di Kota Medan, Selasa (23/7/2024).
Dikatakan, dari pantauan saat rekonstruksi, adegan pertama diketahui Koptu HB bertemu dengan tersangka Bebas Ginting alias Bulang di warung yang ada di Jalan Kapten Bom Ginting, Senin (24/7/2024).
Dijelaskan, warung itu juga yang pernah disinggung dalam artikel bikinan Rico dan menyinggung soal dugaan perjudian. Lokasinya tidak jauh dari gerbang markas Yonif 125/Simbisa. Lokasi warung berjarak sekitar 300 meter dari rumah Rico yang dibakar.
Dalam pertemuan itu, Koptu HB menunjukkan unggahan diduga artikel soal perjudian yang ditulis
Rico. Dia menyuruh Bulang untuk meminta Rico Sempurna menghapus postingan itu. Bulang
mengiyakan perintah Koptu HB.
Kejanggalan dalam rekonstruksi itu, ada pertemuan antara saksi V, A alias E dengan Rico Sempurna
pada Minggu (23/6/2024). Mereka bertemu di warung itu. Namun Rico Sempurna saat itu hanya
berada di dalam mobil.
Saat bertemu Koptu HB dan Bulang, saksi V dan A alias E diberikan uang oleh oknum TNI tersebut.
Lalu, setelah menerima uang, V dan A alias E, kembali ke mobil menemui Rico Sempurna Pasaribu. Mereka pun meninggalkan warung diduga tempat perjudian itu. Di dalam perjalanan, V dan A
mengatakan pada Rico Sempurna Pasaribu, agar menerima uang yang diberikan oleh Koptu HB.
Tujuannya agar Rico menghapus pemberitaan terkait perjudian yang telah dimuat di media online
Tribrata TV.
Atas bujukan saksi V dan A, Rico Sempurna Pasaribu akhirnya sepakat untuk kembali menemui Koptu HB dan Bulang. Namun, saat kembali lagi, saksi V tidak ikut. Karena saksi langsung pulang ke
rumahnya. Saksi A alias E dan Rico Sempurna bertemu dengan Koptu HB dan Bulang. Dalam pertemuan itu sempat terjadi komunikasi antara Sempurna dan Koptu HB. Saat itu, Sempurna disebut menolak untuk menerima uang dari Koptu HB. Setelah berbincang, korban pun kemudian pergi meninggalkan lokasi bersama saksi A.
“Setelah pertemuan itu, korban merasa terancam. Bahkan dia menyebut ingin membawa
keluarganya ke Polda Sumut untuk meminta perlindungan,” kata Irvan.
Pada 26 Juni 2027, sekitar pukul 20.00 WIB dalam rekonstruksi itu, Koptu HB kembali bertemu
dengan Bulang di warung itu. Koptu HB bertanya kepada Bulang dan mempertanyakan apakah
Bulang sudah bertemu dengan korban. Saat itu Bulang menjawab bahwa mereka belum bertemu.
Koptu HB pun meminta agar Bulang segera bertemu dengan Rico Sempurna, kemudian bulang
mengiakan perintah koptu HB tersebut.
Rentetan peristiwa ini menjadi penting untuk mengungkap kasus dugaan pembunuhan berencana
ini. KKJ Sumut pun melihat kejanggalan mengapa dalam rekonstruksi itu Koptu HB tidak dihadirkan. Harusnya, Koptu HB dihadirkan sebagai saksi dalam perkara itu. Sama seperti saksi A alias E yang juga dihadirkan. Koptu HB dalam adegan rekonstruksi diperagakan oleh peran pengganti.
“Kami juga heran kenapa polisi juga tidak memanggil saksi V. Padahal keterangan saksi tersebut sangat penting dalam mengungkap dugaan keterlibatan Koptu HB,” ungkap Irvan.
KKJ Sumut juga menyayangkan sikap Polda Sumut yang seakan menutup rapat keterangan detil soal rekonstruksi itu. Ini terlihat saat para awak media mencecar Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi setelah rekonstruksi kasus. Sejumlah pertanyaan seperti dugaan keterlibatan HB, lokasi perjudian hingga motif kasus dijawab tidak lugas. Hadi hanya menjawab semua pertanyaan dengan pernyataan “semua akan dituangkan dalam BAP,”.
Hal lain yang juga menjadi misteri adalah hasil autopsi terhadap masing-masing korban yang
meninggal dunia. Dokter RS Bhayangkara Tingkat II Medan yang ditugaskan melakukan autopsi tak kunjung memberikan hasil pemeriksaan jenazah. Begitu juga soal rekaman CCTV yang dimiliki polisi.
Irvan bilang, polisi tidak utuh mengungkap rekaman CCTV di lokasi kejadian. Dari hasil investigasi KKJ Sumut, ada sejumlah rekaman CCTV yang sudah disita oleh petugas. Namun CCTV lengkap itu tak
disiarkan ke publik. Yang disiarkan justru hanya potongan rekaman saja.
“Kita tetap mendesak kasus ini harus diungkap ke publik. Ini sudah menjadi perhatian. Jangan
sampai ketidakseriusan polisi dalam mengungkap kasus, justru memperburuk citra kepolisian di
tengah publik,” ungkapnya.
Upaya keluarga korban untuk mencari keadilan terus dilakukan. Anak Rico, Eva Meliana Pasaribu
bersama KKJ Sumut sudah melaporkan dugaan keterlibatan HB ke Puspom AD. Kasus ini pun tengah berproses di Pomdam I/BB. Sejumlah saksi sudah menjalani pemeriksaan.
Koordinator KKJ Sumut Array A Argus mendorong Pomdam I/BB memroses kasus itu. Termasuk
mendesak melakukan penyelidikan atas dugaan keterlibatan Koptu HB dalam dugaan pembunuhan
berencana ini.
Kasus ini juga sudah dilaporkan ke Polda Sumut, KPAI, Komnas HAM, Kantor Staf Presiden dan LPSK. KKJ tidak membenarkan apa yang dilakukan korban karena diduga mendapat ‘uang jatah’ dari
operasi perjudian itu dengan memanfaatkan profesinya sebagai awak media. Namun, peristiwa
penghilangan nyawa karena diduga dampak dari pemberitaan menjadi duka mendalam untuk dunia
pers di era modern.
“Jangan sampai ada lagi kasus kekerasan terhadap jurnalis. KKJ terus mendorong para jurnalis untuk bekerja secara profesional, sesuai kode etik jurnalistik. Jangan sampai profesi jurnalis dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” pungkas Array.
Dalam kasus ini, KKJ Sumut menyatakan sikap:
1. Mendesak Pihak Kepolisian mengusut tuntas kasus pembakaran rumah jurnalis Tribrata TV di kabupaten Karo.
2. Mendesak polisi menangkap dalang dugaan pembunuhan berencana terhadap Rico
Sempurna Pasaribu.
3. Mendesak Mabes TNI turut menyelidiki kasus pembakaran tersebut. Mengingat ada
terduga anggotanya yang disebut-sebut dalam pemberitaan perjudian yang ditulis Rico
Sempurna.
4. Tindakan Rico Sempurna yang diduga meminta jatah atau tips hasil perjudian bukanlah
bagian dari kegiatan jurnalistik yang dilindungi oleh UU Pers, bahkan sebaliknya tindakan
tersebut adalah pelanggaran kode etik jurnalistik. Meskipun demikian, sanksi atas pelanggaran tersebut harus diputuskan melalui mekanisme di Dewan Pers.
5. Mendorong para jurnalis untuk menaati kode etik jurnalistik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan jurnalistik.
6. Mengimbau kepada masyarakat yang merasa dirugikan akibat dari pemberitaan, untuk menggunakan mekanisme UU Pers yaitu Hak Jawab atau Sengketa Pers di Dewan Pers.
KKJ Sumut dibentuk di Kota Medan pada 25 Februari 2024. Komite beranggotakan organisasi dan komunitas pers serta organisasi masyarakat sipil. Organisasi dan komunitas pers yang tergabung di dalam KKJ Sumut antara lain; Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Medan, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Kota Medan, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumut dan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumut.
Dari organisasi masyarakat sipil KKJ beranggotakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara dan Perkumpulan Bantuan Hukum Sumatera Utara (BAKUMSU).
Editor: Mustafa Rani